FAKTOR RESIKO ISPA PADA BALITA
Posted on Januari 15, 2009 by Prabu
Melanjukan tulisan terdahulu tentang ISPA serta Klarifikasi ISPA pada Balita,
maka kita perlu mengetahui beberapa faktor resiko ISPA pada Balita.
Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
· Umur < 2 bulan
· Laki-laki
· Gizi kurang
· Berat badan lahir rendah
· Tidak mendapat ASI memadai
· Polusi udara
· Kepadatan tempat tinggal
· Imunisasi yang tidak memadai
· Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
· Defisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
· Umur < 2 bulan
· Tingkat sosial ekonomi rendah
· Gizi kurang
· Berat badan lahir rendah
· Tingkat pendidikan ibu yang rendah
· Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
· Kepadatan tempat tinggal
· Imunisasi yang tidak memadai
· Menderita penyakit kronis
Secara
umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap
rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan
kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih
dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah
bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih
tinggi.
Hasil
penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak
yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada
kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi
yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.
2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
c. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan
hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang
minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan
tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah
yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara
kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan
bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi
yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor individu anak
a. Umur anak
Sejumlah
studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh
veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun
terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.
b. Berat badan lahir
Berat
badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai
resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir
normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian
menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan
meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini
menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan,
pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan
riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi
terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat
infeksinya.
c. Status gizi
Masukan
zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan
anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya,
kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas
dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara
lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas.
Keadaan
gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang
bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan
antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya
serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita
dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu
makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
Sejak
tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU
vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita
yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang
tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu
penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok
kontrol.
Pemberian
vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan
peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada
dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan
terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak
berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap
bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu
singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi
secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat
sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu
kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan
terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan
berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi
dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis,
campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan
perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara
yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi
campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar
11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor perilaku
Faktor
perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi
dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik
yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam
suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan
berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai
masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga
lainnya.
Peran
aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena
penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh
kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu
balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita
mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya
sakit.
Keluarga
perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan
mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar
penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal
tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek
penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila
praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan
berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah
berat.
Dalam
penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan
menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita;
tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit
balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.
Klarifikasi ISPA pada Balita
Posted on Januari 12, 2009 by Prabu
ISPA merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi balita di Indonesia.
Kriteria penderita ISPA dalam penata laksanaannya adalah balita dengan
gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4 bagian, yaitu :
a. Pemeriksaan
b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
c. Penentuan klasifikasi penyakit
d. Pengobatan
Dalam
menentukan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu
kelompok untuk umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dan kelompok untuk
umur kurang 2 bulan.
a. Untuk kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun klasifikasi di bagi atas :

· Pneumonia berat
· Pneumonia
· Bukan pneumonia
b. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas :
· Pneumonia berat
· Bukan pneumonia
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas
dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup
penyakit-penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek biasa
(common cold), pharyngitis, tonsillitis.
Pola
tatalaksana ISPA yang diterapkan dimaksudkan untuk tatalaksana
penderita pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa. Hal ini
berarti penyakit yang penanggulangannya dicakup oleh Program P2 ISPA
adalah pneumonia berat, pneumonia, dan batuk pilek biasa, sedangkan
penyakit ISPA lain seperti pharyngitis, tonsillitis, dan otitis belum
dicakup oleh program ini. Menurut tingkatannya pneumonia di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Pneumonia berat
Berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)
pada anak usia 2 tahun – < 5 tahun. Sementara untuk kelompok usia
< 2 bulan, klasifikasi pneumonia berat ditandai dengan adanya napas
cepat (fast brething), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60
kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding
dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing).
1. Pneumonia
Berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat (fast brething) pada anak usia 2 bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit atau
2. Bukan Pneumonia
Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia
mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk
pilek biasa (common cold), phryngitis, tonsilitas, otitis atau penyakit ISPA non pnumonia lainnya.
Untuk
tatalaksana penderita di rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi
kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dikenal pula diagnosis
pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas yang disertai
adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Penyajian Makanan
Posted on Januari 9, 2009 by Prabu
Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan.
Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi
selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi
terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian
makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah
sebagai berikut:

1. Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah
a. Makanan tidak terkontaminasi silang
b. Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan
c. Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2. Prinsip
kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi
(kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk
mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air
tinggi (dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)
3. Prinsip edible part
artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah merupakan
bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang
membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga
plastk.
4. Prinsip
Pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah seperti
makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis
makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya agar tidak terjadi
kontaminasi silang.
5. Prinsip
Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap
dalam keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu
diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalam food warmer harus masih berada diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas)
6. Prinsip
alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan
tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi
baik. Bersih artinya sudah dicuci dengan cara yang hygienis. Baik
artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk
mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.
7. Prinsip handling
artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak
langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya
adalah:
a. Mencegah pencemaran dari tubuh
b. Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi
Alat Pelindung Telinga
Posted on Januari 7, 2009 by Prabu
Alat
pelindung telinga adalah alat untuk menyumbat telinga atau penutup
telinga yang digunakan atau dipakai dengan tujuan melindungi, mengurangi
paparan kebisingan masuk kedalam telinga. Fungsinya adalah menurunkan
intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran. Alat pelindung
umumnya dapat dibedakan menjadi:
1. Sumbat Telinga (Ear Plug)
Ukuran,
bentuk, dan posisi saluran telinga untuk tiap-tiap individu
berbeda-beda dan bahkan antar kedua telinga dari individu yang sama
berlainan. Oleh karena itu sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan
ukuran, bentuk, posisi saluran telinga pemakainya. Diameter saluran
telinga berkisar antara 3-14 mm, tetapi paling banyak 5-11 mm. Umumnya
bentuk saluran telinga manusia tidak lurus, walaupun sebagian kecil ada
yang lurus. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dB.

Sumbat telinga dapat terbuat dari kapas (wax), plastik karet alamai dan sintetik, menurut cara penggunannya, di bedakan menjadi ‘disposible ear plug”,
yaitu sumbat telinga yang digunkan untuk sekali pakai saja kemudian
dibuang, misalnya sumbat telinga dari kapas, kemudian cara pengguanan
yang lain yaitu, “non dispossible ear plug” yang digunakan waktu yang lama terbuat dari karet atau plastik cetak.
Dalam pemakaiannya sumbat telinga mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari pemakaian sumbat telinga yaitu :
a. Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil
b. Relatif lebih nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
c. Tidak membatasi gerak kepala
d. Harga relative murah daripada tutup telinga (earmuff)
e. Dapat dipakai dengan efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kelapa, anting-anting dan rambut
Sedangkan Kerugiannya antara lain:
a. Memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telingan untuk pemasangan yang tepat.
b. Tingkat proteksinya lebih kecil dari tutup telinga
c. Sulit untuk memonitor tenaga kerja apakah memakai APT karena sukar dilihat oleh pengawas
d. Hanya dapat dipakai oleh saluran telingan yang sehat
e. Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi.
2. Tutup telinga (ear muff)
Tutup
telinga terdiri dari dua buah tudung untuk tutup telinga, dapat berupa
cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi.
Pada pemakaian yang lama, sering ditemukan efektifitas telinga menurun
yang disebabkan oleh bantalan mengeras dan mengerut akibat reaksi bahan
bantalan dengan minyak kulit dan keringat. Tutup telinga digunakan untuk
mengurangi bising s/d 40-50 dB dengan frekuensi 100-8000Hz. Keuntungan
dari tutup telinga (earmuff) adalah :
a. Satu ukuran tutup telinga dapat digunakan oleh beberapa orang dengan ukuran telingan yang berbeda.
b. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.
c. Dapat dipakai yang terkena infeksi (ringan).
d. Tidak mudah hilang
Kerugian dari tutup telinga adalah :
a. Tidak nyaman dipakai ditempat kerja yang panas
b. Efektifitas
dan kenyamanan pemakaiannya, dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup
kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga
c. Tidak mudah dibawa atau disimpan
d. Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.
e. Harganya relative lebih mahal dari sumbat telinga
3. Helmet/enclosure
Menutupi
seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi intensitas bising
maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dBA pada frekuensi tinggi.
Posted on Januari 6, 2009 by Prabu
Untuk
mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan
sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem
pencahayaan di ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi
5 macam yaitu:
A. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada
sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistm ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan,
tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan
yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan
cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan
B. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada
sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding.
Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.
Diketahui bahwa langit-langit dan dinding yang diplester putih memiliki
effiesiean pemantulan 90%, sedangkan apabila dicat putih effisien
pemantulan antara 5-90%
C. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
Pada
sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu
disinari, sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit dan dindng. Dalam
pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
D. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada
sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian
atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang
optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat
dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta
kesilauan dapat dikurangi.
E. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada
sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian
atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh
langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian
dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak
menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi
effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
Banyak
faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut
jenis kegiatanya seperti berikut:
Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja
|
JENIS KEGIATAN
|
TINGKAT PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)
|
KETERANGAN
|
|
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
|
100
|
Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
|
|
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
|
200
|
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
|
|
Pekerjaan rutin
|
300
|
Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun
|
|
Pekerjaan agak halus
|
500
|
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
|
|
Pekerjaan halus
|
1000
|
Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
|
|
Pekerjaan amat halus
|
1500
Tidak menimbulkan bayangan
|
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
|
|
Pekerjaan terinci
|
3000
Tidak menimbulkan bayangan
|
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
|
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
United Nations Environment Programme (UNEP) dalam Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia mengklasifikasikan kebutuhan tingkat pencahayaan ruang tergantung area kegiatannya, seperti berikut:
Kebutuhan Pencahayaan Menurut Area Kegiatan
|
Keperluan
|
Pencahayaan (LUX)
|
Contoh Area Kegiatan
|
|
Pencahayaan Umum untuk ruangan dan area
yang jarang digunakan
dan/atau tugas-tugas atau
visual sederhana
|
20
|
Layanan penerangan yang minimum dalam area sirkulasi luar ruangan, pertokoan didaerah terbuka, halaman tempat penyimpanan
|
|
50
|
Tempat pejalan kaki & panggung
|
|
|
70
|
Ruang boiler
|
|
|
100
|
Halaman Trafo, ruangan tungku, dll.
|
|
|
150
|
Area sirkulasi di industri, pertokoan dan ruang penyimpan.
|
|
|
Pencahayaan umum untuk interior
|
200
|
Layanan penerangan yang minimum dalam tugas
|
|
300
|
Meja & mesin kerja ukuran sedang, proses umum dalam industri kimia dan makanan, kegiatan membaca dan membuat arsip.
|
|
|
450
|
Gantungan baju, pemeriksaan, kantor
untuk menggambar, perakitan mesin dan bagian yang halus, pekerjaan
warna, tugas menggambar kritis.
|
|
|
1500
|
Pekerjaan mesin dan diatas meja
yang sangat halus, perakitan mesin presisi kecil dan instrumen;
komponen elektronik, pengukuran & pemeriksaan bagian kecil yang
rumit (sebagian mungkin diberikan oleh tugas pencahayaan setempat)
|
|
|
Pencahayaan tambahan setempat untuk tugas visual yang tepat
|
3000
|
Pekerjaan berpresisi dan rinci sekali, misal instrumen yang sangat kecil, pembuatan jam tangan, pengukiran
|
Sumber : www.energyefficiencyasia.org
Penerangan
untuk membaca dokumen lebih tinggi dari pada penerangan untuk melihat
komputer, karena tingkat penerangan yang dianjurkan untuk pekerja dengan
komputer tidak dapat berdasarkan satu nilai dan sampai saat ini masih
kontroversial. Grandjean menyusun rekomendasi tingkat penerangan pada
tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux seperti
berikut.
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer
|
Keadaan Pekerja
|
Tingkat Pencahayaan (lux)
|
|
Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang terbaca jelas
Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas
Tugas memasukan data
|
300
400-500
500-700
|
Sumber: Grandjean
Tulisan Terkait :
Dampak Pencahayaan (next update)
Sumber:
Talty, Industrial Hygiene Engineering, 1988
Grandjen, Occupational Ergonomic, 2000
Penyimpangan dan Pengangkutan Makanan
Posted on Januari 5, 2009 by Prabu
Makanan
yang telah matang atau siap disaji, tidak semuanya langsung dikonsumsi
oleh kita, terutama makanan yang berasal dari katering atau jasaboga.
Makanan tersebut memiliki resiko pencemaran bakteriologis terutama bila
dalam penyimpanannya tidak memenuhi prinsip hygiene dan sanitasi makanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan matang adalah sebagai berikut:
- makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan dalam suhu diatas 600C
- makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam suhu dibawah 40C
- makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang disimpan dengan suhu dibawah 40C harus dipanaskan kembali sampai 600C sebelum disajikan
Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke tempat penyajian harus dipertahankan, yaitu:
1. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan harus diatur suhunya pada suhu dibawah 40C atau dalam keadaa beku 00C
2. Makanan
yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur suhunya dengan suhu
kamar asal makanan segera dikonsumsi dan tidak menunggu
3. Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan pemanasan biasa atau microwave sampai suhu stabil terendah 600C
Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai 600C, karena pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak optimalnya pada suhu 370 C. 

Makanan
matang yang akan disajikan jauh dari tempat pengolahan makanan,
memerlukan pengangkutan yang baik agar kualitas makanan tersebut tetap
terjaga. Prinsip pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai berikut:
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi
makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah. Wadah harus
mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa (ventilasi) untuk
makanan panas. Uap makanan harus dibiarkan terbuang agar tidak terjadi
kondensasi. Air uap kondesasi merupakan media yang baik untuk pertmbuhan
bakteri sehingga makanan menjadi basi
2. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan tidak berkarat atau bocor.
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan tetap panas 600 C atau tetap dingin 40 C
4. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat penyajian
5. Kedaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan keperluan mengangkut bahan lain.
Penyakit Bawaan Makanan / Foodborne disease (next update)
Sumber:
Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.
Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan Jasaboga, 1995
Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan
Posted on Januari 5, 2009 by Prabu
Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis,
gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya
berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti
gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan
kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap
kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut: 

1. Gangguan Fisiologis
Pada
umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular
dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan
mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising
terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan
darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan
psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,
kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect
(bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara
berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau
tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising
yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh
utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah
diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek
bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara
cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila
bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan
tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan
kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :
1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
Diakibatkan
pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan
mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya
waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu
istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.
2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a. Tingginya level suara
b. Lama paparan
c. Spektrum suara
d. Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar
e. Kepekaan individu
f. Pengaruh
obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh
synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara,
misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya
g. Keadaan Kesehatan
3. Trauma Akustik
Trauma
akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa
pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi,
ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan
meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang
pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
4. Prebycusis
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis
(menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus
diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising
ditempat kerja.
5. Tinitus
Tinitus
merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran .
Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat
merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan
hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang
pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).
Sumber:
Ambar,Pencemaran Udara, 1999
Nasri, Teknik Pengukuran dan Pemantauan Kebisingan di Tempat Kerja, 1997
Sastrowinoto, Penanggulangan Dampak Pencemaran Udara Dan Bising Dari Sarana Transportasi, 1985
Penyimpanan Bahan Makanan (Prinsip Food Hygiene)
Posted on Januari 5, 2009 by Prabu
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan sanitasi makanan.
Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang
banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan
makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik
menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
A. Suhu penimpanan yang baik
Setiap
bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada
besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar
dapat dikelompokkan menjadi:
- Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
- Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
- Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
- Makanan jenis telor, susu dan olahannya
- Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
- Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
- Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C
- Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).

B. Tata cara Penyimpanan
1. Peralatan penyimpanan
a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
- Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.
- Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.
- Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
- Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama.
b. Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
- Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah:
o untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan
o mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus
o untuk memudahkan pembersihan lantai
o untuk mempermudah dilakukan stok opname
- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur
- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai
C. Cara penyimpanan
- Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian
- Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.
- Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
- Penyimpanan didalam lemari es:
a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
b. Makanan
yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan
dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda,
kalau tidak letaknya harus berjauhan.
c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan
d. Lemari
tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk
keperluan sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan
penyimpanan makanan
- Penyimpanan makanan kering:
a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik
b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab
c. Rak-rak berjarak minimal 15 cmdari dinding lantai dan 60cm dari langit-langit
d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan
e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu
D. Administrasi penyimpanan
Setiap
barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk
ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock,
sehingga bila terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.
Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Posted on Januari 4, 2009 by Prabu
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan
penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh
anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang
balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali
setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :

1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan. dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :
* ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek
*Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).
Saluran
pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa
bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan
dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut
yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan
terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke
posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara
umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh
bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan
kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak
dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit
ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga
hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus
pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.
Tulisan Terkait:
Epidemiologi ISPA di Indonesia (next update)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuspercobaan
BalasHapuspenyajian makanan yang baik bagaimana mas bro?
BalasHapus